Hello March!
Hello Maret! Entah sejak tahun kapan ini terjadi, aku tidak pernah menyukai kedatanganmu lagi. Bulan lahir seharusnya menjadi bulan yang menyenangkan karena itu sebagai pengingat bahwa Tuhan sudah mengijinkan kita untuk bisa ada di dunia ini melalui perantara orangtua kita. Tapi rasanya berat akhir-akhir ini. Aku tau bahwa banyak orang di dunia ini sangat bahagia ketika bulan kelahirannya tiba, banyak orang yang akan memberikan selebrasi, banyak yang akan mengungkapkan doanya untukmu. Tetapi aku bahkan tidak siap, selalu tidak siap dengan kedatanganmu Maret.
Aku pernah bahagia sekali ketika bulan ini tiba, di mana aku bisa melihat betapa banyak manusia di dekatku yang mengingat hari bahagiaku, mensyukuri kelahiranku ke dunia dan tak segan untuk memberikanku pelukan. Tapi saat ini, aku sungguh sedang tidak dalam keadaan bahagia. Langitku tak terlihat baik, berwarna abu-abu tanpa campuran warna lain dan akupun terkurung di dalamnya, sama sekali tak berniat untuk keluar. Aku tak ingin di bulan kelahiranku yang seharusnya menjadi hari yang bahagia menjadi hari kesedihanku (lagi).
Aku ingat bahwa aku pernah menjadi seseorang yang sangat kuat. Aku tidak membutuhkan orang lain untuk menyembuhkan luka hatiku, bahwa luka itu akan sembuh dengan sendirinya dan aku akan kembali tidak apa-apa. Aku ingat bahwa aku pernah mudah sekali mengubah suasana hatiku menjadi kembali baik tanpa harus bergantung kepada siapapun. Aku tidak ingat sejak kapan aku menjadi lemah seperti sekarang ini. Bahkan untuk berhenti untuk tidak menangis sehari saja, aku tidak sanggup.
Di usia yang tidak lagi muda, betapa banyak pengharapan yang gagal dan masa-masa sulit yang dirasakan terus menerus menghampiri seolah aku sudah sangat jauh dari Tuhan. Entah sudah berapa kali setiap malam aku berkata aku menyerah.
Kau tau saat-saat di mana tak ada satu manusiapun yang bisa kau percayakan rasa sedihmu? Bahkan untuk berkata "tolong aku", aku sudah tidak sanggup lagi. Aku ketakutan. Setiap kali aku ingin mengungkapkan perasaan ini, aku dihantui rasa takut tidak didengar. Aku dihantui rasa takut tidak dipercaya. Bahkan, aku tidak berani untuk membicarakan diriku dihadapan orang lain. Temanku saat ini mungkin hanya bantalku dan kasur yang selalu siap sedia menopangku ketika aku ingin menangis (laugh). Sejak dulu aku memang sudah berpikir bahwa menjadi orang dewasa itu tidak menyenangkan. Banyak yang harus ditekan, banyak hal yang tidak sepantasnya diungkapkan. Kau tau, hal itu membuatku sangat lelah. Tak ada seharipun aku pernah skip menangis, tidak tau harus bagaimana lagi.
Di Maret tahun inipun, aku kembali sendirian.
Entah sudah berapa Maret kulewatkan sendirian? Aku sudah tidak menghitungnya lagi. Jika Maret-Maret berikutnya kembali menjadi bulan kesedihan lagi, aku berharap semua orang lupa akan hari lahirku, aku harap mereka lupa aku punya hari bahagia yang hampir semua orang rayakan di setiap tahunnya. Aku kecewa dengan hidupku. Aku kecewa dengan dunia. Aku tidak tau harus bagaimana dan harus seperti apa menghadapi semuanya, aku lelah.
hai Maret, maafkan aku.
Tahun inipun, aku masih membenci kedatanganmu.
Aku membenci perpisahan yang selalu terjadi sebelum kamu datang, yang membawaku kembali kepada kesendirian. Aku sudah banyak kehilangan hati, dan entah bagaimana bentuknya hati ini sekarang. Atau mungkin aku sudah tidak punya hati yang tersisa untuk kulindungi. Semua sudah retak dan hancur berantakan, yang walaupun kucoba pungut sudah tidak bisa aku lem kembali. Aku selalu membenci sebuah perpisahan, apapun itu bentuknya. Kepergian teman, kepergian orang terkasih, kepergian murid, semua bentuk perpisahan. Aku membencinya. Walau aku tau bahwa manusia itu datang dan pergi, selalu 0 + 1 = 1, tidak pernah menjadi nol. Tapi mengapa dikasusku semuanya kembali menjadi nol? Apa yang salah sebetulnya? Apa karena aku sudah sangat jauh dari Tuhan maka Tuhan ambil semua yang berharga dariku? Aku tidak ingat bahwa Tuhan yang kusembah adalah Tuhan yang sadistik. Aku hanya ingat bahwa Tuhan yang kusembah adalah Tuhan yang penuh dengan cinta kasih, jadi mana mungkin Dia mengambil semuanya dariku untuk menghukum aku yang sudah sangat jauh dariNya. Apa Tuhan memang sedang menghukumku, Tuhan? Apa Tuhan sedang memberikanku pelajaran dengan mengambil semua milikku Tuhan? Orang bilang Tuhan akan ganti dengan hal yang lebih baik, dengan hal yang aku butuhkan bukan yang kuinginkan, tapi saat ini, Kamu di mana Tuhan? Aku ingin sekali Engkau peluk karena tidak ada satupun yang ada di sini untukku saat ini. Kamu di mana Tuhan? Hal yang lebih baik itu sedang kau taruh di mana?
Mungkin aku kurang bersyukur dan banyak menutup mata, mungkin Tuhan sudah mengirimkan hal yang lebih baik itu kepadaku diam-diam, tapi Tuhan... aku ingin sekali engkau peluk, agar semua perasaan sakit, lelah, sesak dan semuanya ini engkau rengkuh dan engkau bawa pergi, sama seperti ketika engkau bawa pergi mereka dariku. Bawa juga hal-hal menyedihkan dariku Tuhan...
Usia ini sudah tak lagi muda di bulan Maret ini, hal baik apa yang muncul di hidupku saat ini? Tidak ada. Atau aku sedang menutup mataku dari hal-hal baik itu? Tapi aku benar-benar tidak melihatnya.
Aku lelah.
Aku hancur.
Aku tidak tau bagaimana memperbaiki semuanya. Aku tidak tau apa yang harus kulakukan agar semua kembali utuh. Aku tidak tahu lagi kemana puzzle yang berantakan itu pergi. Benar sekali dugaanku bahwa beberapa puzzle itu ternyata memang tempatnya bukan di dekatku. Sesuatu yang awalnya pas ternyata semakin membesar atau mengecil sehingga tidak muat lagi. Aku harus mencari kepingan puzzle yang benar-benar pas dan tidak akan pernah pergi lagi. Tapi aku tidak tau bagaimana caranya.
Aku tidak siap dengan datangnya kamu, Maretku. Setiap kali aku menutup mata, semua bayangan kembali ke masa lalu yang menyenangkan dan aku rasanya ingin sekali tinggal di sana. Seperti Wanda yang dapat membuat realitanya sendiri menggunakan kekuatannya. Aku ingin kembali tinggal bersama kenangan-kenangan itu. Aku rindu tertawa lagi... Maret, apa mungkin kamu akan membawa keutuhan itu lagi? Apa mungkin semuanya akan kembali utuh? Apa aku akan baik-baik saja?