Irony...
Sesak.
Hanya itu yang aku ingat sekarang-sekarang ini. Entah harus seperti apa, entah harus bagaimana. Rasa yang tercekat ini serasa terus berlanjut dari awal tahun sampai hari ini. Bulan November adalah dua bulan terakhir di penghujung 2021. Aku rindu merasakan bahagia. Aku rindu bisa tertawa tanpa takut apa-apa.
Sesak.
Aku sudah tidak dapat lagi menghitung entah berapa kali aku harus menghembuskan nafas yang berat dan berkata aku tidak sanggup lagi. Aku benar-benar merasa sendirian walaupun banyak orang bersamaku. Tangis ini tidak pernah menemukan ujungnya. Entah sejak kapan, aku lupa. Aku tak pernah melewatkan satu haripun tanpa menangis seolah ini semua tidak menemukan ujungnya. Perasaan sakit yang bersarang sejak awal tahun sampai detik ini. Entah apa yang harus aku lakukan lagi.
Ini menyiksa.
Nafasku tercekat. Sakit sekali rasanya. Lagi-lagi aku harus menelan pill pahit itu lagi. Apa ini karena aku bodoh? Aku terlalu dipenuhi dengan perasaan maaf dan perasaan takut ditinggalkan padahal sebetulnya sudah lama aku ditinggalkan.
Tuhan...
Aku benar- benar tidak sanggup. Dada ini sakit sekali.
Terhitung sejak awal Oktober, berarti sudah satu bulan penuh tangisku tak kunjung reda. Aku lelah. Aku ingin tidur panjang. Aku tak tau lagi apa yang harus kulakukan.
Tuhan... tolong...
Entah harus seperti apa mengungkapkan kekecewaannya?
Lagi-lagi masih tentang kamu. Aku hanya bingung ketika kamu bilang kamu hanya melakukan yang terbaik yang kamu bisa untuk aku. Apa yang sudah kamu lakukan? Pengorbanan seperti apa sehingga kamu merasa bahwa hidupmu bukan tentang ngurusin hidupku lagi? Selama ini bukankah aku yang selalu ada di sana? Kapanpun kau butuh orang, kapanpun kau ingin ada orang yang mendengarkanmu untuk apapun itu, bukankah aku yang melakukannya? Sekarang mengapa aku seperti satu-satunya orang egois yang tidak memikirkan perasaanmu? Bagaimana aku berani untuk berkata bahwa aku butuh kamu? Sedangkan kamu juga sudah tidak lagi memberi ruang untuk itu.
Aku lelah.
Aku pergi.