Sebuah trigger...

 Ada sebuah pertanyaan yang rasanya jawabannya tidak ada, sampai detik ini aku mencoba untuk menjawab tapi jawabannya masih nihil. Dibawa ke mana perasaan kedua insan ketika mereka memutuskan untuk saling melupakan? Jika salah satu dari mereka dapat dengan mudah melupakan dan menjalani hidupnya, mengapa satu yang lain mengalami penderitaan? 

Manusia terlalu banyak memberi reward kepada orang-orang egois. 

Seharusnya aku menjadi egois saja. Mungkin aku sudah menjadi egois, terus menerus mempertanyakan mengapa orang memperlakukan aku seburuk itu. Seharusnya aku berhenti bertanya, mengapa mereka bisa dengan leluasa hidup berdampingan dengan pemberian luka yang mereka berikan untuk aku. Seharusnya aku berhenti memikirkan kata "seharusnya" yang memang tidak pernah ada jawabannya. 

Hidup ini memang memberi reward kepada orang-orang egois. 

Mungkin menurutmu, ketulusanmu sudah kau berikan 100% kepada seseorang, baik sebagai pasangan, maupun teman baik. Sayangnya, ketika itu terjadi, orang tidak melakukan hal yang sama dengan kita dan kita menjadi kecewa. Kekecewaan itu terus menerus bersarang sehingga kamu menjadi kehilangan. Tidak hanya kehilangan orang-orang itu, tapi juga kehilangan dirimu sendiri. 

Aku marah. 

Aku sangat terluka.

Entah luka seperti apa lagi yang menganga di sini tapi yang pasti luka ini berada di tempat yang sama hanya saja menjadi semakin dalam. Aku terus mencoba setiap harinya memberi mantra positif, at least, ketika aku bangun pagi, aku baik-baik saja. At least, ketika aku bekerja, semua masih baik-baik saja. Tetapi terkadang, mantra positif itu menjadi boomerang yang menyerangku. Apalagi ketika aku melihat sesuatu yang tidak aku inginkan dan hatiku merasa sesak, sakit, sedangkan mantra itu terus berkata 'kamu baik-baik saja'. baik-baik saja darimananya? Aku babak belur. 

Jika ada orang meninggal karena merasa sakit, aku takut aku akan menjadi salah satunya. 

Sampai detik ini aku masih merasa ini tidak adil. Bukan, bukan Tuhan yang tidak adil, tapi hidup. Mengapa hidup memberi dia kebahagiaan terus menerus walaupun dia tak hentinya melukaiku? 

Aku lelah bertanya mengapa Tuhan begitu memberkatinya dengan kasih sayang sementara tidak untuk aku padahal aku sudah memberikan semua yang bisa kuberikan kepadanya. Perasaan sakit ini terus bersarang, terkadang aku baik-baik saja, terkadang tidak. Terkadang aku sangat membencinya, terkadang aku sangat merindukannya. Aku merasa bahwa hidupku sudah rusak, aku benar-benar tidak tahu lagi harus seperti apa.

Tuhan... 

Apa dia merasa bersalah sudah menyakitiku seperti ini? 

Apa dia tau betapa menyiksanya menjadi seperti ini? 

Sementara saat ini dia sangat bahagia, mengapa hanya aku yang tidak? 

Apa yang salah di sini? 

Aku tidak menyayangi diriku sendiri? Aku tidak tahu lagi bagaimana caranya menyayangi diriku sendiri... aku buntu. 

Harus bagaimana lagi....



Popular Posts