Sebuah Pemikiran

 Akhir-akhir ini aku banyak berpikir, bukan, bukan berarti aku tidak berpikir di hari-hari sebelumnya. Hanya saja, kali ini frekuensi aku berpikir terasa lebih banyak daripada sebelumnya. Aku merasa bahwa takdir Tuhan sudah membawaku sejauh ini bukan untuk kembali melihat ke belakang melainkan menjalankan hari-hariku dengan baik saat ini dan untuk selanjutnya. Tapi, otak ini memang terstruktur agak aneh, aku sering sekali menjalani hari dengan baik-baik saja untuk kemudian tiba-tiba mengingat masa yang sudah selesai. Mungkin yang berbeda, kali ini aku menerima perasaan itu dan tidak lagi menolaknya. Aku percaya, memang pasti akan ada saatnya aku mengingat hal-hal ini tapi bukan untuk kembali lagi ke masa itu melainkan hanya ingin merasakan perasaan nostalgianya. 

Tepat beberapa minggu yang lalu, aku mendengar kabar bahwa orang di masa lalu yang sempat membersamaiku selama beberapa saat akhirnya menikah. Ada perasaan sedih di sana, ada perasaan iri juga, banyak sekali perasaan-perasaan yang tidak biasa muncul dan membuatku agak berantakan. Bukan karena aku merasa cemburu atau merasa sedih karena tidak bisa menikah dengannya. Hanya saja, aku merasa bahwa ini kurang adil. Sekali lagi aku diingatkan oleh Tuhan bahwa takdir itu berkaitan dengan timing sedangkan timingnya Tuhan tidak sama dengan timingnya manusia. Aku sempat marah sama dunia. Aku sempat merasa tidak pantas. Apalagi setelah melihat hidupnya tampak sangat bahagia. Aku mulai menyalahkan diriku sendiri lagi, aku mulai mengejek diriku sendiri bodoh lagi karena sudah menyia-nyiakan waktu. Lalu aku teringat sebuah kalimat yang diucapkan oleh Umar bin Khattab, 

"Apa yang melewatkanku bukan takdirku, dan apa yang menjadi takdirku tidak akan melewatkanku" 

Untuk beberapa saat aku terdiam. Aku tidak begitu suka dengan kalimat "kalau saja dulu..." seolah-olah hal-hal yang sudah melewatkanku itu akan menjadi takdirku jika saat itu aku sembrono. Aku percaya, jika sampai saat ini aku masih diberi waktu untuk sendirian, Tuhan sedang mengajarkanku apa arti bersabar dan ikhlas. Mungkin jika aku sudah bisa melalui hal itu, Tuhan akan berikan timing itu, seperti pekerjaan yang menjadi hal yang selalu aku khawatirkan, ketika Tuhan berkata ini saatnya untuk aku pindah, hal itu langsung terjadi. Ini bukan tentang kerja kerasku. Tapi ini tentang waktunya Tuhan. Jadi, untuk pekerjaan saja Tuhan memikirkan sampai sedetail ini, yang aku sempat tidak percaya bisa kulalui, apalagi tentang jodoh yang menjadi rejeki terbesar seseorang yang hidup di dunia ini. 

Aku sedih. Ya. Bahkan ketika aku mengobrol dengan mama hari ini tentang masa depan, aku sempat pesimis akan menjalani masa depan yang menyenangkan dengan sebuah keluarga kecil yang aku harapkan bisa terjadi di beberapa tahun kemudian. Mama berkata aku harus optimis, mama juga berkata bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika Tuhan mengijinkan. Sedangkan mungkin aku terlalu sedih untuk menerima kenyataan bahwa sampai saat ini aku masih saja sendiri. Entah doa siapa yang menyebabkan hal ini terjadi, tapi yang pasti, doa orangtuaku tentu saja sebuah harapan di mana aku bisa hidup bahagia dengan pasanganku kelak. 

Entah. Rasanya aku kembali berantakan. Benar kata orang, ketika kita tidak shalat, mulai kembali jauh dari Tuhan, rasanya hidup yang dijalani juga berat. Rasanya aku kembali menjadi pribadi yang sangat berantakan padahal sebentar lagi aku akan memulai hidup yang baru. Memencet tombol reset yang secara impulsif berani aku pencet karena aku tidak tahan berada di lingkungan yang sudah tidak begitu nyaman. Aku khawatir, aku takut. Apakah aku akan baik-baik saja? Apakah bapak akan baik-baik saja kutinggal? Apakah hidup akan menjadi lebih baik? Banyak hal yang aku tidak yakin dan tidak tahu. Aku ingin santai dan menjalaninya saja tapi aku diselimuti perasaan takut dan khawatir terus. Bagaimana jika aku tidak bisa melakukannya? Bagaimana jika aku melakukan kesalahan? Bagaimana jika keputusanku salah?

Aku pernah berkata tentang semesta, kan? Ketika semesta memutuskan untuk tidak akan pernah mempertemukan dua orang yang sempat bersatu, itu artinya masa dari keduanya sudah usai. Hebatnya, hal itu benar-benar terjadi. Ketika aku dan orang itu memutuskan untuk tidak saling berhubungan sama sekali, semesta seakan mendukungnya dan membuat kami tidak pernah bertemu satu kalipun. Luar biasa. Aku kadang ingat dia. Aku juga masih sering mencari kabarnya lewat social media satu-satunya miliknya yang masih terhubung denganku. Aku seharusnya lebih berani untuk mengunfollow Instragramnya tapi dasar pengecut, aku masih mempertahankan dia berada di social media itu. Entah, mungkin aku masih ingin melihat kabarnya. Lebih bagus lagi kalau aku melihat kabarnya sudah akan segera menikah dengan pasangannya saat ini agar aku tidak lagi-lagi mencari tahu kabarnya dalam diam. Aku pernah berjanji untuk tidak pernah mengingatnya lagi, tapi ternyata kadang pikiran itu masuk dan aku kembali ingat beberapa hal yang pernah aku lalui dengannya. 4 Tahun bukanlah waktu yang singkat, ternyata. Setiap kali aku melewatkan satu hal, melakukan satu hal, melewati sebuah jalan, mendengarkan lagu, menonton drama korea yang ceritanya agak bersinggungan dengan apa yang sudah aku alami, aku kembali mengingatnya. Aku sudah sering lupa bagaimana wajahnya dan bagaimana dia tersenyum tapi siluet tubuhnya dan bagaimana dia berbicara masih sangat sering aku ingat. Apakah aku berdosa jika aku masih mengingatnya dalam diam? Aku sudah tidak bisa mengingat wajahnya dengan jelas kalau aku tidak membuka sosial medianya atau story Instagramnya lewat. Aku sudah tidak bisa mengingat suaranya seperti apa. Tapi aku masih ingat perasaan hangatnya. Aku masih ingat peluk hangatnya ketika aku merasa sendirian. Aku juga masih ingat saat aku sedang sangat terpuruk dan dia ada di sana, membuka kedua tangannya untuk menenangkanku. 

Tuhan... apakah kesendirian ini adalah hukuman dariMu karena aku terus mengingat orang itu? Aku ingin sekali bisa benar-benar melupakannya... Aku benar-benar sudah tidak ingin mengingat apapun tentangnya. Tuhan, pertemukan aku dengan seseorang yang nantinya akan menjadi masa depanku. Aku benar-benar sudah lelah sendirian. Aku takut aku tidak akan kuat lagi untuk menahan rasa sedih ini dan memilih untuk pergi ke dekatMu. Walau aku tau jika aku mencoba mengakhiri hidupku, aku tidak akan berada di dekatMu melainkan di nerakaMu. Tapi sungguh Tuhan, aku lelah. aku sangat lelah merasa seperti ini. 

Pemikiran-pemikiran ini seakan membunuhku.

Aku tidak merasa hidup sama sekali. 

Tolong aku. 

Popular Posts